Oleh: Anggita Syirman | Januari 7, 2011

kolin

Lesitin (phospatidil kolin) dengan komponen utamanya kolin, adalah zat gizi penting yang ditemukan secara luas pada berbagai pangan dan tersedia sebagai suplemen. Kolin telah lama dikenal sebagai zat gizi esensial bagi sejumlah spesies hewan dan akhir-akhir ini terbukti esensial juga pada manusia.

Berbagai riset menunjukkan bahwa kolin/lesitin memainkan peran penting bagi kesehatan seperti penyakut jantung koroner, reproduksi dan perkembangan, memori, dan performa fisik. Selain itu bepotensi bermanfaat dalam metabolisme grup metil, transport kolesterol, sintesis asetil kolin dan signal sel.

Seiring dengan perkembangan teknologi, saat ini telah ditemukan satu zat gizi penting yang esensialitasnya dapat disejajarkan dengan vitamin. Zat tersebut adalah kolin, yang saat ini banyak difortifikasikan ke berbagai produk pangan atau bahkan dikonsumsi sebagai suplemen.

Walaupun secara alami tubuh manusia dapat menyintesis kolin dalam jumlah terbatas, namun asupan kolin dari makanan sehari-hari juga sangat penting artinya untuk mempertahankan kesehatan. Pusat kolin di dalam tubuh terdapat pada molekul- molekul lemak seperti fosfolipida. Bentuk kolin yang paling umum adalah fosfatidil kolin atau sering juga disebut sebagai lesitin.

 

1.1 Pengertian Kolin

Kolin merupakan bahan kimia organik yang penting untuk makanan, bahan kimia ini digunakan sebagai Vitamin B. Asupan kolin bagi tubuh dapat diperoleh melalui dua sumber utama, yaitu dari sintesis di dalam tubuh secara alami dan dari pangan yang dimakan. Konsumsi kolin yang ideal telah dirumuskan oleh Food and Nutrition Board (FNB) pada tahun 1998 sebagai kebutuhan kolin harian/DRI (Dietary Reference Intake). Hal ini dilakukan karena sangat sulit untuk menentukan RDA (Recommended Dietary Allowance) untuk kolin (Anonymous, 2010).

Kolin adalah amino saturasi yang dibutuhkan tubuh untuk membangun struktur dan berperan dalam pembentukan membran sel untuk penyampaian sinyal di dalam sistem saraf dan transmisi saraf kolinergis. Kolin juga memegang peranan dalam berbagai sistem kognisi di dalam otak. Kolin adalah prekursor kimia atau “balok pembangun” yang dibutuhkan untuk pembentukan neurotransmitter acetylcholine yang telah terbukti oleh penelitian membantu dalam perkembangan memori dan kecerdasan(Anonymous, 2010).

Kolin dalam bahan pangan umumnya ditemukan dalam bentuk fosfatidilkolin (lesitin), seperti yang banyak ditemukan dalam susu, telur, hati, dan kacang tanah. Fosfatidilkolin mengandung kolin dengan persentase hingga 13 persen bobot per bobot. Berdasarkan hasil beberapa penelitian, jumlah konsumsi kolin harian rata-rata pada orang dewasa adalah 730-1040 mg per hari(Anonymous, 2010).

Kemampuan tubuh dalam menyintesis kolin pada mulanya membawa asumsi bahwa kolin bukanlah suatu substansi yang esensial bagi tubuh. Namun, banyak sekali penelitian lanjutan yang menemukan bahwa jumlah kolin yang mampu disintesis oleh tubuh tidak dapat mencukupi kebutuhan tubuh (Anonymous, 2010).

Sumber kedua yang dapat memenuhi kebutuhan kolin adalah pangan yang sehari-hari dikonsumsi. Hingga saat ini masih sedikit sekali informasi mengenai jumlah kandungan kolin dalam berbagai bahan pangan (Anonymous, 2010).

 

1.2 Peran Kolin

1.2.1 Peran Kolin dalam Jalur Metabolik

Menurut Gunawan (2009), Peran kolin dalam jalur metabolik adalah sebagai berikut :

  1. Asetilasi membentuk asetilkolin neurotransmiter
  2. Oksidasi irreversible membentuk betain donor grup metil yang berperan dalam metabolisme homosistein
  3. Fosforilasi membentuk fosfokolin
  4. Substitusi melalui ‘base exchange’ untuk serin, inositol, etanolamin atau ‘head groups’ lain untuk menghasilkan lesitin
  5. Menghasilkan sphingomyelin sebagai hasil transfer fosfokolin dari lesitin menjadi uramida.

1.2.2 Peran Kolin dan Lesitin Pada Kesehatan dan Penyakit

Menurut Gunawan (2009), Peran kolin dan lesitin pada kesahatan dan penyakit adalah sebagai berikut :

  1. Fungsi liver Kolin diperlukan untuk fungsi liver yang normal. Defisiensi kolin menyebabkan :
  • Perlemakan hati dan kanker liver pada hewan
  • Perlemakan hati pada pasien yang diberi ‘total parenteral nutrition’
  • Abnormal fungsi liver pada orang dewasa dalam beberapa minggu
  1. Mencegah kanker hati

Dalam penelitian yang dilakukan terhadap tikus, kondisi defisiensi kolin telah terbukti meningkatkan risiko terjadinya kanker hati spontan dan meningkatnya sensitivitas terhadap bahan-bahan karsinogenik. Beberapa mekanisme dugaan telah dirumuskan untuk mencoba menjelaskan hubungan pemunculan kanker dan defisiensi kolin :

  • Mekanisme pertama: defisiensi kolin berkepanjangan menyebabkan kerusakan hati, kemudian sel-sel hati beregenerasi menjadi lebih sensitif terhadap bahan-bahan kimia karsinogenik.
  • Mekanisme kedua: defisiensi kolin menghambat reaksi metilasi DNA. Hal ini mengakibatkan sintesis DNA yang tidak normal dan pada akhirnya memicu terjadinya kanker.
  • Mekanisme ketiga: defisiensi kolin menyebabkan peningkatan jumlah produk stres oksidatif pada hati. Hal ini dapat memicu kerusakan DNA yang berujung pada pembentukan kanker.
  • Mekanisme keempat: defisiensi kolin dapat menstimulasi perubahan kecepatan apoptosis sel-sel hati dan memacu pertumbuhan sel-sel kanker.
  • Mekanisme kelima: defisiensi kolin menyebabkan terjadinya kekacauan komunikasi antarsel dan kekacauan dalam penghantaran impuls saraf. Namun, dalam mekanisme yang terakhir ini, para ahli belum dapat menemukan hubungan yang jelas antara kolin dan kanker.

 

  1. Penyakit kardiovaskuler

Risiko penyakit kardiovaskuler dapat meningkat seiring dengan meningkatnya kadar homosistein di dalam darah. Mekanisme yang terjadi berkaitan dengan sinergisitas kolin dengan folat. Kenaikan homosistein dalam darah disebabkan oleh tidak terjadinya perubahan homosistein menjadi metionin yang dimotori oleh folat. Lebih dari 80 penelitian menemukan bahwa kenaikan homosistein darah dapat menyebabkan peningkatan risiko penyakit kardiovaskuler. Sebuah penelitian menemukan bahwa penurunan homosistein darah sebesar 1 mikromol/liter telah dapat menurunkan risiko penyakit kardiovaskuler sebesar 10 persen.

Mekanisme spesifik homosistein dalam menyebabkan penyakit kardiovaskuler belum diketahui secara pasti. Namun, beberapa peneliti telah menduga bahwa mekanismenya berhubungan dengan penggumpalan darah, vasodilasi arteri, dan penebalan dinding arteri. Sayangnya, tetap tidak ditemukan suatu bukti ilmiah bahwa menurunkan jumlah homosistein darah selalu akan menurunkan risiko kardiovaskuler pada tingkat yang sama.

Di sisi lain, metabolit hasil oksidasi kolin, yaitu betaine, sebenarnya juga dapat mendonorkan gugus metil dalam reaksi konversi homosistein menjadi metionin melalui enzim betaine-homosistein metiltransferase (BHMT). Dengan demikian, kadar homosistein darah dapat diturunkan. Sayangnya, mekanisme hubungan betaine, kolin, dan homosistein masih sangat sedikit diteliti pada manusia. Pengukuran betaine dan BHMT sangat sulit dilakukan karena belum ditemukan metode yang tepat.

Peran kolin dan lesitin pada penyakit kardovaskuler :

  • Kolin memfasilitasi metabolisme homocystein, sebab jika jumlahnya tinggi akan meningkatkan resiko penyakit kardiovaskuler
  • Lesitin menurunkan level koleterol serum
  • Lesitin merupakan obligatori komponen VLDL dan HDL

 

 

  1. Reproduksi dan perkembangan
  • Kolin berperan penting dalam perkembangan otak dan learning.
  • Kolin dapat berpengaruh pada status folat yang direkomendasikan untuk wanita hamil dalam pencegahan NTD (Neural Tube Deffect).
  • Kolin adalah komponen platelet activating factor yang berperan dalam implantasi telur dan induksi labor.
  • Meningkatkan motilitas sperma.
  • Suplementasi kolin meningkatkan performa endurance olahragawan.
  1. Performa fisik
  1. Memori

Lesitin dan kolin meningkatkan memori dan learning pada hewan dan memori jangka pendek manusia. Memiliki fungsi otak yang optimal, terutama dalam hal mengingat (memori), merupakan dambaan bagi setiap orang, baik muda maupun tua.

Lebih dari 40 tahun yang lalu, para peneliti telah menemukan adanya hubungan antara fungsi otak dan berbagai zat gizi dalam makanan. Hubungan ini telah terjadi sejak janin berada dalam kandungan ibu. Salah satu di antara zat gizi penting tersebut adalah kolin.

Dalam tubuh, kolin penting sebagai komposisi utama membran sel normal serta menjaga keutuhan membran sel dalam proses-proses biologi, seperti aliran/rangsangan informasi, komunikasi intrasel, dan bioenergi. Selain itu, kolin juga dapat membantu fungsi normal otak melalui pembentukan neurotransmiter asetilkolin, yaitu bentuk senyawa kolin yang sangat berperan pada fungsi otak.

Asetilkolin juga merupakan senyawa kimia yang berperan pada proses penyimpanan dan pemanggilan kembali memori, perhatian (atensi), maupun konsentrasi seseorang. Makin banyak asetilkolin yang disintesis, makin banyak pula yang dilepaskan ke dalam saraf sehingga makin baik pula proses memori dan atensi.

Penelitian terhadap kolin pada perkembangan otak banyak dilakukan pada hewan percobaan. Dari penelitian yang dilakukan, diketahui ada dua masa penting pada perkembangan otak, yaitu masa embrionik (pada hewan terjadi pada hari ke 12-17) dan masa sesudah lahir (pada hewan hari ke 16-30). Jika pada masa kritis ini diberi tambahan kolin, akan membantu meningkatkan pembentukan neuron-neuron kolin.

Pada manusia masa perkembangan otak juga sudah dimulai sejak janin berada dalam kandungan. Oleh karena itu, asupan kolin yang cukup sudah harus diperhatikan pada ibu hamil maupun ibu menyusui. Hal ini disebabkan pada saat tersebut merupakan masa kritis untuk mendapatkan hasil perkembangan memori otak bayi yang terbaik.

Untuk menjamin ketersediaan kolin yang cukup pada bayi baru lahir, alam telah mengatur dengan beberapa cara antara lain melalui plasenta dan air susu ibu (ASI). Pada masa kehamilan, jumlah cadangan kolin dalam tubuh ibu mengalami penurunan karena disalurkan ke janin melalui plasenta.

Jumlah kolin dalam plasenta mencapai 14 kali lebih tinggi daripada jumlah kolin dalam darah. Adapun tujuan penimbunan kolin dalam plasenta adalah untuk menjamin ketersediaan kolin bagi janin.

Pada masa menyusui, kolin dari ibu juga akan dikeluarkan ke dalam ASI. Jumlah kolin dalam ASI dapat mencapai 100 kali jumlah kolin dalam darah ibu. Oleh karena itu, bayi yang diberi ASI akan mendapatkan jumlah kolin yang mencukupi untuk perkembangan fungsi sel otak sebagai pusat memori. Hal ini sejalan dengan tujuan program pemberian ASI eksklusif yang dicanangkan oleh pemerintah dengan tujuan untuk mencerdaskan bangsa sehingga lebih menggugah ibu untuk mau menyusui bayinya.

Asupan kolin yang memadai pada setiap orang berbeda menurut usia. Rata-rata pada lelaki dewasa sebanyak 550 miligram/hari, wanita 425 miligram/hari, sedangkan pada bayi dan anak-anak jumlahnya lebih sedikit lagi. Jika asupan kolin sangat berlebihan (> 3,5 gram/hari) akan timbul gejala tekanan darah rendah, mual, dan diare. Sebaliknya, pada keadaan kekurangan kolin, akan timbul gangguan pada fungsi hati.

Walaupun kolin dapat disintesis oleh tubuh sendiri, pada keadaan tertentu tubuh dapat juga mengalami kekurangan kolin. Untuk mencegah terjadinya kekurangan kolin pada ibu hamil, ibu menyusui, maupun orang dewasa sehat, perlu diberikan tambahan makanan maupun suplemen yang mengandung tinggi kolin.

  1. Tidur lebih nyenyak

Telah dijelaskan pada bagian-bagian sebelumnya bahwa salah satu derivat dari kolin adalah asetilkolin yang berfungsi sebagai neurotransmitter. Salah satu fungsi asetilkolin lainnya adalah membantu tidur nyenyak. Asetilkolin memiliki fungsi kontrol terhadap jumlah informasi yang disimpan dalam daya ingat.

Asetilkolin dapat berperan sebagai penghambat stimulus dari luar. Penghambatan ini dapat membantu seseorang untuk tidak terganggu suara-suara sedang atau gangguan lainnya selama periode tidurnya. Dengan demikian, tidurnya dapat menjadi lebih nyenyak. Hal ini dapat diasosiasikan dengan gejala sulit tidur pada wanita-wanita menopause. Akibat menurunnya hormon estrogen, produksi asetilkolin pun menurun sehingga tidak banyak terjadi penghambatan stimulus dan tidur menjadi tidak nyenyak.

Penghambatan stimulus tersebut juga dapat membantu seseorang saat berkonsentrasi atau berpikir dalam memecahkan masalah. Terdapat penelitian yang membuktikan bahwa kandungan asetilkolin yang rendah dalam otak dapat menyebabkan seseorang menjadi lebih mudah marah, sensitif, dan sulit berkonsentrasi.

 

1.3 Sumber dan Asupan

Selain omega-3 dan omega-6, Tyrosine, dan Tryptophan, Sphingomyelin, AA, DHA, SA yang dikenal sebagai nutrisi otak dan juga kolin yang tak kalah penting bagi otak (Anonymous, 2010).

Kolin adalah asam amino saturasi yang dibutuhkan tubuh untuk membangun dan berperan dalam pembentukan membran sel untuk penyampaian sinyal didalam sistem saraf dan tranmisi saraf kolinergis. Kolin juga memegang peranan dalam berbagai sitem kognisi didalam otak. Kolin adalah prekursor kimia atau ”balok pembangun” yang dibutuhkan untuk neurotransmitter acetylcholin yang telah terbukti oleh penelitian membantu dalam perkembangan memori dan kecerdasan (Anonymous, 2010).

Asupan kolin diperoleh dari sintesis alami bahan pangan yang mengandung kolin didalam tubuh. Kolin dalam bahan pangan ditemukan dalam bentuk fosfatidilkolin (lesitin), seperti yang banyak ditemukan pada susu, telur, hati dan kacang tanah (Anonymous, 2010).

Sumber alami kolin adalah diantara lain :

  • kuning telur : telur dikenal sebagai sumber protein tinggi yang relatif terjangkau. Bagian kuning telur ternyata padat akan kandungan kolin.
  • kacang kedele
  • hati ayam
  • kalkun
  • dan daging sapi yang telah dimasak.
  • Sayuran berwarna : tomat, ubi jalar merah, labu, wortel, bayam adalah sayuran yang kaya nutrisi dan sumber antioksidan yang akan membuat sel-sel otak yang kuat dan sehat.
  • Susu dan yogurt : makanan dari produk susu mengandung protein dan vitamin B tinggi. Dua jenis nutrisi ini penting bagi pertumbuhan jaringan otak, neurotransmitter dan enzim. Susu dan yogurt juga bisa membuat perut kenyang karena kandungan protein dan karbohidratnya, sekaligus menjadi sumber energi bagi otak.
  • Berry : strawberry, cery, blueberry, blackberry, secara umum semakin kuat warnanya, semakin banyak nutrisi yang dikandungnya. Berry mengandung antioksidan kadar tinggi, khususnya vitamin C, yang berfaedah mencegah kanker. Beberapa riset menunjukan, mereka yang mendapatkan ekstraksi blueberry dan strawberry mengalami perbaikan dalam fungsi daya ingatnya. Biji buah berry ternyata kaya akan asam lemak omega-3.

Dalam bahan pangan, kolin terutama terdapat dalam bentuk lesitin (phospatidil kolin) dan juga dalam bentuk bebas atau sebagai komponen phospolipid lain seperti spingomyelin. Secara kimia kolin sama dengan hidroksi trimetil amonium hidroksida. Karena bentuknya zwiter ion (mempunyai muatan positif dan negatif), suplemen kolin ditemukan dalam bentuk beberapa jenis garam seperti kolin klorida, kolin bitartrat dan kolin hidrogen sitrat (Anonymous, 2010).

Lesitin mengandung sekitar 13 % kolin berdasar berat. Lesitin juga zwiter ion, mempunyai muatan positif pada atom N kolin dan muatan negatif pada atom O dari grup phospat. Lesitin dapat bersifat polar (bagian kolin) dan non polar (bagian asam lemak) sehingga sangat efektif sebagai emulsifier dan digunakan dalam berbagai sistem “drug delivery” (Anonymous, 2010).

Lesitin dan phospolipid lain mengandung komponen hidrofobik dan hidrofilik yang digunakan sebagai sifat fungsional dalam pengolahan pangan. Lesitin dapat digunakan sebagai emulsifier, fat replacer, mixing/blending aid, release agent (Anonymous, 2010).

Sebagai food ingredient, lesitin termasuk GRAS (Generally Recognized as Safe). Lesitin banyak digunakan untuk produk baking, keju, chewing gum, cokleat, frosting, infant formula, margarin, susu bubuk, non dairy cream, salad dressing dan sebagainya (Anonymous, 2010).

Lesitin komersial yang digunakan dalam suplemen gizi umumnya merupakan campuran phospatidil kolin dan phospolipid lain yang diekstrak dari kedelai. Meskipun lesitin dan kolin dapat ditemukan pada berbagai bahan pangan, biasanya bahan pangan yang kaya lesitin atau kolin juga tinggi kolesterol dan lemak seperti telur, daging, organ/jeroan. Sedangkan pada buah, sayur dan padi-padian relatif kecil jumlahnya (Anonymous, 2006).

Lesitin merupakan sumber kolin yang lebih bioavailaible dibandingkan garam kolin. Lesitin memberikan jumlah kolin plasma lebih tinggi dalam periode yang lebih lama dibandingkan kolin klorida. Hal tersebut disebabkan kolin dalam lesitin lebih sedikit diubah menjadi di dan tri metil amin oleh bakteri usus. Sekitar 60 % garam kolin yang dikonsumsi hilang dengan cara ini. Sebaliknya kolin dalam lesitin hanya 30 % yang diubah menjadi trimetil amin. Tri metil amin yang tinggi pada saluran pencernaan dapat memproduksi ‘fishy body odor’ (Anonymous, 2010).

Lesitin disintesis dari sequensial metilasi dari phospatidil etanolamin oleh phospatidil eanolamin-N-metiltransferase menggunakan S-adenosylmethionin sebagai donor metil. Jalur ini penting dalam otak dan liver karena kontribusi kolin dalam sintesis asetilkolin dan satu-satu cara untuk menghasilkan molekul kolin baru (Anonymous, 2010).

Kolin, folat, vitamin B12 dan metionin semua berpartisipasi dalam grup metil dan metabolisme homocystein. Sebagai prekursor sintetik dari lesitin, phospatidil etanolamin adalah aseptor metil dari S-adesylmetionin. Oksidasi intermediat dari kolin, betain dapat mendonasikan sebuah grup metil pada homocystein membentuk methionin. Methionin dapat dikonversi kembali menjadi homocystein yang berkontribusi pada sintesis kolin (Gunawan, 2009).

Tingginya level homocystein meningkatkan resiko penyakit kardiovaskuler. Oleh karena itu kecukupan asupan kolin mungkin penting dalam mereduksi resiko tadi. Jadi, grup metil dan metabolisme homocystein adalah komplek dan memerlukan partisipasi zat gizi secara interdependent. Inilah satu alasan mengapa ketepatan kebutuhan manusia akan kolin sangat sulit ditentukan (Gunawan, 2009).

 

1.4 Zat Gizi Esensial dan Batas Aman Konsumsi

Zat gizi esensial adalah zat gizi yang dibutuhkan tubuh tetapi tubuh tidak dapat mensintesisnya atau tidak dapat dibuat dalam jumlah cukup sehingga harus diperoleh dari makanan. Bukti zat gizi adalah esensial biasanya terlihat penyakit karena defisiensi jika zat gizi tersebut tidak ada dalam makanan. Dalam beberapa kasus zat gizi dapat diproduksi oleh tubuh tapi tidak mencukupi kebutuhan tubuh. Sebagai contoh manusia dapat memproduksi niasin dari asam amino tryp, tapi tidak cukup mencegah terjadinya pellagra. Seperti kasus niasin, tubuh kita dapat mensintesis kolin, tapi mungkin tidak cukup sehingga harus dipasok dari makanan (Anonymous, 2010).

Manfaat kolin yang sangat banyak dalam berbagai reaksi metabolisme tubuh menyebabkan kebutuhannya harus dipenuhi setiap hari. Selain melalui makanan, kebutuhan kolin juga dapat dipenuhi dengan suplemen. Namun, ketakutan berlebih terhadap defisiensi kolin sering menjadi pendorong konsumsi suplemen secara berlebihan (Anonymous, 2010).

Tingginya penggunaan suplemen kolin menggerakkan para peneliti untuk meneliti batas konsumsi kolin yang aman. Sejauh ini, konsumsi kolin berlebih telah terbukti memiliki toksisitas tertentu. Suplemen kolin umumnya mengandung 4,2 gram fosfatidilkolin per tablet. Hal ini berarti bobot kolin yang terdapat dalam suplemen hanya sekitar 0,55 gram(Anonymous, 2010).

Dengan dalih keuntungan, umumnya perusahaan farmasi hanya meracik 90 persen fosfatidilkolin dalam suplemen. Hal ini menyebabkan kandungan kolinnya menjadi kurang dari 13 persen atau kurang dari 0,55 gram sehingga menjadi kurang efektif(Anonymous, 2010).

Konsumsi kolin dosis tinggi (10-16 gram per hari) dapat menimbulkan gejala-gejala seperti aroma tubuh menjadi amis, muntah-muntah, berliur, dan berkeringat dalam jumlah banyak. Aroma amis dapat terjadi akibat produksi berlebih dari trimetilamin, salah satu metabolit kolin. Konsumsi kolin sekitar 7,5 gram per hari dapat menyebabkan hipotensi, pening kepala, dan pingsan. Sedangkan konsumsi sedang (3 gram per hari) dapat menghambat berbagai fungsi hati, menimbulkan gatal-gatal, dan telinga berdesing (Anonymous, 2010).

Table 1. Dietary Reference Intake (DRI)* Level kolin (mg/hari)

Populasi Kecukupan asupan Batas atas**
Bayi

  • 0-5 bulan
  • 6-11 bulan
 

125

150

 

Tidak ditentukan

Tidak ditentukan

Anak

  • 1-3 tahun
  • 4-8 tahun
  • 9-13 tahun
 

200

250

375

 

1000

1000

2000

Laki-laki

  • 14-18 tahun
  • 19+ tahun
 

550

550

 

3000

3500

Wanita

  • 14-18 tahun
  • 19+ tahun
  • Hamil
  • Menyusui
 

400

424

450

550

 

3000

3500

3500

3500

*DRI adalah sebuah nilai yang didasarkan pada observasi atau eksperimen dalam menentukan perkiraan asupan zat gizi dari grup orang sehat, ketika RDA tidak dapat ditentukan.

**Batas atas : level tertinggi asupan zat gizi harian yang tidak mempunyai efek negative pada hampir seluruh individu dalam populasi secara umum.


Tinggalkan komentar

Kategori